HARI MALARIA SEDUNIA – 25 April 2025
Disusun oleh: Rila Tirta Ayudya (Archaea ‘22)
Get to Know about Malaria
Halo, #MicroFolks! Tahukah kamu? Malaria bukan sekadar penyakit demam biasa.
Penyakit ini disebabkan oleh parasit Plasmodium dan ditularkan lewat gigitan nyamuk Anopheles betina. Malaria masih jadi tantangan besar di dunia — bahkan bisa mematikan apabila tidak ditangani dengan cepat!Apakah #MicroFolks penasaran, bagaimana malaria bekerja dari sudut pandang mikrobiologi? serta apa kabar terbaru dunia sains soal penyakit ini? So, let’s dive in!
Aktor Utama Bernama Plasmodium falciparum
Ada 5 jenis Plasmodium yang bisa menginfeksi manusia, yakni
- Plasmodium falciparum
- Plasmodium malariae
- Plasmodium vivax
- Plasmodium ovale
- Plasmodium knowlesi
Tapi… yang “paling jahat” adalah Plasmodium falciparum. Parasit ini cepat berkembang biak dan bisa membuat sel darah yang terinfeksi menempel di dinding pembuluh darah otak, kondisi ini disebut malaria cerebral. Akibatnya bisa fatal: kejang, penurunan kesadaran, koma, hingga kematian. Bagaimana bisa? Parasit ini menyerang sel darah merah, lalu “menginstruksikan” sel-sel yang terinfeksi untuk menempel di dinding pembuluh darah, terutama di otak. Kondisi ini menyebabkan sumbatan kapiler, kurangnya suplai oksigen, dan peradangan di jaringan otak. Proses ini dikenal sebagai sequestration, dan membuat sistem imun kewalahan.
Parasit yang Bisa “Tidur Siang” di Hati!
Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale punya strategi lain, mereka bisa berubah jadi hipnozoit, yaitu bentuk dorman (tidur) di dalam sel hati. Setelah berbulan atau bertahun-tahun, mereka bisa aktif kembali dan bikin kambuh malaria bahkan tanpa gigitan nyamuk baru. Proses ini disebut relaps, maka dari itu pengobatan malaria vivax/ovale harus memakai obat tambahan seperti primaquine yang bisa membasmi hipnozoit di hati.
Apa yang Terjadi dalam Tubuh Kita?

Setelah parasit masuk melalui gigitan nyamuk, mereka menuju hati hanya dalam 1 jam. Di dalam hati, mereka berkembang jadi merozoit, lalu masuk ke darah dan menyerang sel darah merah. Di dalam sel darah merah, parasit tumbuh, berkembang biak, lalu memecahkan sel untuk menyebar lagi. Hal ini yang menyebabkan siklus demam khas malaria: menggigil → demam → keringat dingin. Siklus ini terjadi karena parasit memecah sel darah merah pada waktu tertentu. Demam muncul sebagai respons tubuh melawan infeksi. Itulah kenapa, kita bisa merasakan siklus demam yang khas pada malaria.
Kekebalan Tubuh? Bisa Terbentuk, Tapi…
- Tubuh kita memang bisa membentuk kekebalan terhadap malaria melalui aktivasi makrofag dan limfosit CD4+, tapi…
- Makrofag dan limfosit CD4+ memerlukan waktu untuk mengenali parasit dan respons imun yang pertama biasanya tidak terlalu kuat.
- Melalui paparan berulang, tubuh mengingat “tanda-tanda” dari parasit, sehingga dapat melawan infeksi dengan lebih cepat dan lebih efektif. Namun, kekebalan terhadap malaria bersifat jangka pendek, tanpa paparan berulang, tubuh kita “lupa” cara melawan parasit.
- Itulah kenapa anak-anak, ibu hamil, dan pendatang dari luar daerah endemik malaria sangat rentan terkena malaria berat.
- Keterangan:
- Makrofag merupakan sel besar yang bertugas “memakan” dan menghancurkan benda asing (fagositosis), seperti bakteri, virus, dan juga parasit malaria.
- Limfosit CD4+ adalah sekelompok sel T-helper berupa sel darah putih yang berfungsi sebagai “komandan” yang mengatur respon imun tubuh. Ketika tubuh terinfeksi malaria, limfosit CD4+ akan mengenali parasit dan memberi perintah pada sel-sel lain, seperti limfosit CD8+ (sel pembunuh) dan sel B (pembuat antibodi).
Malaria & Mikrobiom
#MicroFolks! tahukah kamu bahwa mikrobioma tubuh kita, terutama di usus, memainkan peran penting dalam infeksi malaria. Mikrobiom adalah komunitas mikroba (bakteri, virus, jamur) yang hidup di dalam tubuh kita.
- Hubungan Mikrobiom dengan Malaria
- Beberapa bakteri usus dapat menghasilkan antibodi yang mengenali dan melawan parasit malaria.
- Mikrobioma usus yang sehat bisa membantu memperkuat sistem imun dan menghambat perkembangan parasit Plasmodium. Sebaliknya, ketidakseimbangan mikrobioma (dysbiosis) bisa memperparah infeksi, membuat tubuh lebih rentan terhadap komplikasi berat.
- Mikrobioma dapat memodulasi respons imun tubuh terhadap infeksi malaria.
- Potensi Terapi Baru
- Probiotik → menggunakan bakteri baik untuk memperkuat pertahanan tubuh terhadap malaria.
- Prebiotik → mendukung pertumbuhan mikrobioma yang sehat untuk mencegah infeksi.
Kabar Baik: Vaksin dan Teknologi Genetik!
Setelah bertahun-tahun penelitian, akhirnya dunia punya vaksin malaria pertama: RTS,S/AS01! Vaksin ini menargetkan sporozoit, yaitu bentuk awal parasit yang masuk ke tubuh lewat gigitan nyamuk. Efeknya? Signifikan dalam mencegah malaria berat, terutama pada anak-anak di wilayah endemik tinggi seperti Afrika. Selain itu, ilmuwan juga sedang mengembangkan nyamuk transgenik yang tidak bisa menularkan malaria ke manusia! Bagaimana caranya?
- CRISPR:
“Gunting genetik” yang bisa menyunting DNA makhluk hidup secara presisi. Peneliti memakai CRISPR untuk menyisipkan gen tertentu ke dalam DNA nyamuk.
- Gene Drive:
Ibarat “cheat code” dalam genetika. Normalnya, gen yang diwariskan ke keturunan cuma 50%. Namun dengan gene drive, gen ini bisa diwariskan ke hampir 100% keturunannya. Jadi, seluruh generasi nyamuk akan membawa “modifikasi anti-malaria” dan menyebarkannya dengan cepat.
Malaria memang masih menjadi tantangan global, tapi dunia mikrobiologi sedang bekerja keras melawan balik! mulai dari vaksin, rekayasa genetik nyamuk, hingga pemahaman baru tentang parasit
Karena masa depan tanpa malaria itu… bukan sekadar mimpi, #MicroFolks!
“Malaria Ends with Us: Reinvest, Reimagine, Reignite” -World Malaria Day 2025 Messages
Referensi
Alghamdi J. M., Al-Qahtani A. A., Alhamlan F. S., & Al-Qahtani A. A. (2024). Recent Advances in the Treatment of Malaria. Pharmaceutics. 16(11):1416. doi: 10.3390/pharmaceutics16111416
Buck E. & Finnigan N. A. (2023). Malaria. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK551711/
Schiess, N., Villabona-Rueda, A., Cottier, K. E. et al. (2020). Pathophysiology and neurologic sequelae of cerebral malaria. Malar J 19, 266. https://doi.org/10.1186/s12936-020-03336-z
Kwame K. A. & Paul E. D. (2024). The Role of Microbiome in Malaria Transmission and Severity. Journal of Infectious Diseases and Epidemiology, 10(7). https://doi.org/10.23937/2474-3658/1510324
Merrick C. J. (2021). Hypnozoites in Plasmodium: Do Parasites Parallel Plants?. Trends in parasitology, 37(4), 273–282. https://doi.org/10.1016/j.pt.2020.11.001
Sato S. (2021). Plasmodium-a brief introduction to the parasites causing human malaria and their basic biology. J Physiol Anthropol. 40(1):1. doi: 10.1186/s40101-020-00251-9.