Penulis: Brigitta Serafina M. (Archaea’23), Dina Avanza M. (Archaea’22), Rila Tirta A. (Archaea’22)
Halo, #MicroFolks!
Tiap tanggal 28 Juli, dunia memperingati Hari Hepatitis Sedunia, dan tahun ini temanya: “Hepatitis: Let’s break it down!”. Jutaan orang hidup dengan hepatitis tanpa sadar, sementara infeksinya diam-diam merusak hati, bahkan bisa berujung sirosis dan kanker. Lewat artikel ini, kita bakal bahas mendalam tentang hepatitis virus, penyebaran, diagnosis, hingga peran teknologi dan gaya hidup seperti diet, kopi, bahkan mikrobioma usus dalam pengelolaannya.
Mengenal Hepatitis Virus: Lima Musuh Utama Hati Kita
Hepatitis adalah kondisi peradangan pada hati yang dapat disebabkan oleh infeksi virus, konsumsi alkohol berlebihan, paparan toksin, atau gangguan autoimun. Namun, bentuk paling umum dan paling menular dari hepatitis disebabkan oleh lima jenis virus utama: A, B, C, D, dan E. Masing-masing memiliki jalur penularan yang berbeda.
- Hepatitis A dan E biasanya menyebar lewat makanan atau air yang terkontaminasi, dan umumnya bersifat akut.
- Sementara itu, hepatitis B, C, dan D menyebar melalui darah atau cairan tubuh, dan berpotensi berkembang menjadi infeksi kronis yang berbahaya (WHO, 2023).
Hepatitis B (HBV) menjadi perhatian khusus karena bisa menimbulkan sirosis dan kanker hati, serta masih sangat umum ditemukan di berbagai negara, termasuk Indonesia.
Epidemiologi Hepatitis: Masalah Global dan Lokal yang Tak Bisa Diabaikan
Secara global, hepatitis virus bertanggung jawab atas lebih dari 1,1 juta kematian per tahun, menjadikannya penyebab kematian yang lebih besar dari HIV/AIDS (WHO, 2023).

Di Indonesia sendiri, hepatitis masih menjadi masalah serius. Berdasarkan data Riskesdas 2013, prevalensi HBsAg—penanda infeksi hepatitis B aktif—mencapai 7,1% di beberapa provinsi, terutama di wilayah Indonesia Timur. Ini menempatkan Indonesia sebagai negara dengan tingkat endemisitas sedang hingga tinggi (Kemenkes RI, 2014). Hal ini menunjukkan bahwa meskipun banyak kampanye kesehatan sudah berjalan, belum semua lapisan masyarakat memiliki akses atau pengetahuan cukup mengenai hepatitis dan risikonya.
Diagnosis Hepatitis: Metode Konvensional VS. POCT
#MicroFolks, dalam upaya mengendalikan hepatitis virus, diagnosis dini memegang peranan krusial. Deteksi dini memungkinkan penanganan cepat, memutus rantai penularan, dan mencegah progresi ke penyakit hati kronik. Saat ini, metode diagnostik hepatitis mencakup teknik konvensional seperti ELISA, PCR, dan serologi berbasis laboratorium, namun teknologi terus berkembang ke arah yang lebih praktis dan terjangkau melalui pendekatan Point-of-Care Testing (POCT). POCT merupakan metode diagnostik yang bisa dilakukan langsung di tempat pelayanan kesehatan primer, tanpa perlu pengiriman sampel ke laboratorium pusat. Ini jadi game changer terutama di wilayah dengan akses terbatas ke fasilitas laboratorium canggih (Lee dkk., 2024).
Tantangan global lainnya adalah memastikan akses luas terhadap alat diagnosis hepatitis, terutama di negara-negara dengan beban penyakit tinggi. Menurut WHO, untuk mencapai target eliminasi hepatitis virus pada 2030, akses terhadap tes diagnostik, terutama yang berbasis POCT harus diperluas secara masif. (Lee dkk., 2024).
Terkait pengobatan, saat ini vaksin sudah tersedia untuk HAV, HBV, dan HEV. Untuk HCV, terapi antivirus berbasis direct-acting antivirals (DAA) sudah sangat efisien, bahkan bisa menyembuhkan pasien dalam hitungan minggu. Namun, pengobatan HBV dan HDV masih belum bersifat kuratif. Obat seperti analog nukleosida hanya mampu menekan replikasi virus tanpa mengeliminasi virus secara total, karena adanya bentuk DNA virus yang persisten di dalam inti sel yaitu cccDNA (Lee, Purdy & Choi, 2024).
Mikrobioma Usus dan Hepatitis: Si Kecil yang Berperan Besar
Tahukah kalian, mikrobioma usus, alias komunitas mikroorganisme yang hidup di saluran cerna kita, ternyata punya peran besar dalam perjalanan infeksi hepatitis, terutama hepatitis B. Ketika HBV menyerang tubuh, keseimbangan mikrobioma bisa terganggu,
- Bakteri baik seperti Bifidobacterium dan Lactobacillus jadi menurun,
- Sementara bakteri patogen meningkat (Ren dkk., 2019)
Ketidakseimbangan ini memicu peradangan sistemik dan gangguan metabolik, yang dapat mempercepat kerusakan hati. Bahkan, studi terbaru menunjukkan bahwa manipulasi mikrobiota usus dengan probiotik, prebiotik, atau transplantasi mikrobiota fecal (FMT) bisa menjadi pendekatan terapeutik potensial dalam pengelolaan hepatitis kronik (Ma dkk., 2023). Jadi, jaga kesehatan ususmu juga penting buat menjaga kesehatan hati, #MicroFolks!
Diet dan Nutrisi untuk Terapi Hepatitis
Bagi penderita dengan hepatitis B atau C, apa yang dimakan sehari-hari ternyata punya dampak besar terhadap kesehatan hati. Diet yang seimbang dan ramah hati adalah kunci untuk memperlambat perkembangan penyakit dan meningkatkan kualitas hidup. Rekomendasi utama adalah:
- Makanan tinggi serat seperti sayuran,
- Buah-buahan,
- Biji-bijian utuh, dan
- Protein tanpa lemak seperti ikan dan tahu (Medical News Today, 2023).
Hindari konsumsi: lemak jenuh, makanan olahan, alkohol, dan gula berlebih karena dapat memperburuk kerusakan hati.
Nutrisi penting seperti vitamin D, E, dan C juga berperan dalam memperkuat sistem imun dan membantu proses regenerasi sel hati. Menurut Illinois CMS (2023), penderita hepatitis juga perlu menjaga asupan air yang cukup dan membatasi garam untuk mencegah penumpukan cairan akibat kerusakan hati. Dengan pola makan yang sehat dan konsisten, efek hepatitis kronik bisa ditekan lebih optimal.
Kopi: Lebih dari Sekadar Teman Begadang
Siapa sangka, ngopi bisa jadi senjata melawan hepatitis B? Penelitian oleh Bamia dkk. (2016) menunjukkan bahwa individu dengan hepatitis B kronik yang mengonsumsi tiga cangkir kopi atau lebih per hari mengalami penurunan kadar HBV DNA dan HBsAg yang signifikan. Kopi jenis americano tanpa gula terbukti memiliki efek protektif karena kandungan senyawa bioaktif seperti asam klorogenat dan kafein yang bersifat antiinflamasi dan hepatoprotektif. Artinya, kopi bisa membantu menjaga virus tetap dalam kondisi tidak aktif dan melindungi fungsi hati dalam jangka panjang.
Tapi ingat, #MicroFolks, ini bukan berarti semua jenis kopi bisa dikonsumsi bebas. Hindari tambahan gula berlebih, krimer, atau susu full-fat yang bisa mengganggu metabolisme hati.
Jadi, kalau kamu #MicroFolks yang hepatitis survivor, secangkir americano bisa jadi ritual harian yang bermanfaat!
Next-Generation Sequencing (NGS): Masa Depan Deteksi Hepatitis
Teknologi Next-Generation Sequencing (NGS) membuka era baru dalam diagnosis hepatitis B. Dengan NGS, kita bisa mendeteksi mutasi virus yang menyebabkan resistensi obat, serta mengidentifikasi genotipe HBV secara cepat dan akurat. Ini sangat penting karena genotipe HBV memengaruhi respons terapi dan tingkat progresivitas penyakit (Pondé dkk., 2021).
Misalnya, pasien dengan genotipe C lebih berisiko mengalami kanker hati dibanding genotipe A. Selain itu, NGS memungkinkan deteksi varian minor yang sering lolos dari metode konvensional. Implementasi NGS di laboratorium klinik, meskipun masih mahal, menunjukkan potensi besar dalam personalisasi pengobatan hepatitis (Toan dkk., 2020).
Referensi
Bamia, C., Lagiou, P., Jenab, M., Aleksandrova, K., Fedirko, V., Trichopoulos, D., & Romieu, I. (2016). Coffee, tea and decaffeinated coffee in relation to hepatocellular carcinoma in a European population: Multi-centre prospective study. International Journal of Cancer, 138(7), 1520–1531. https://doi.org/10.1002/ijc.29858
Illinois Department of Central Management Services. (2023). Food for thought: July is hepatitis awareness month. Be Well Illinois. https://cms.illinois.gov/benefits/stateemployee/bewell/foodforthought/july23-hepatitis-nutrition.html
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2023). Hari Hepatitis Sedunia: Investasi untuk mengeliminasi hepatitis di Indonesia. https://www.kemkes.go.id/article/view/23072700003/hari-hepatitis-sedunia-investasi-untuk-mengeliminasi-hepatitis-di-indonesia.html
Lee, S. H., Purdy, M., & Choi, Y. (2024). Advances in diagnostics and therapeutics for hepatitis B and D virus infections: From conventional methods to point-of-care and cell-based models. Life, 14(11), 1369. https://www.mdpi.com/2075-1729/14/11/1369
Ma, C., Zhang, Y., Wang, Y., & Ren, H. (2023). Gut microbiota alterations and treatment strategies in chronic hepatitis B. Frontiers in Immunology, 14, 1132980. https://doi.org/10.3389/fimmu.2023.1132980
Medical News Today. (2023). What to eat if you have hepatitis B. https://www.medicalnewstoday.com/articles/diet-for-hepatitis-b#foods-to-eat
NursingAnswers. (2022). Health promotion intervention plan: Hepatitis B. https://nursinganswers.net/essays/health-promotion-intervention-plan-5301.php
Pondé, R. A. A., Moreira-Silva, S. F., & Gomes, S. A. (2021). Hepatitis B virus genotypes and their clinical relevance. World Journal of Gastroenterology, 27(2), 139–152. https://doi.org/10.3748/wjg.v27.i2.139
Ren, X., Chen, Y., Zhang, X., Jiang, L., & Zhang, T. (2019). Gut microbiota and chronic hepatitis B: A review. Journal of Clinical and Translational Hepatology, 7(3), 300–306. https://doi.org/10.14218/JCTH.2018.00071
Toan, N. L., Song, L. H., Kremsner, P. G., Duy, D. N., Binh, V. Q., & Velavan, T. P. (2020). Next generation sequencing for hepatitis B virus genotyping and identification of drug resistance mutations in Vietnam. BMC Infectious Diseases, 20(1), 364. https://doi.org/10.1186/s12879-020-05092-7
Wang, H., Li, G., Duan, Z., Liang, X., & Gish, R. (2018). The roadmap for control and prevention of hepatitis B in China. Clinical Case Reports, 6(13), 589–596. https://www.wjgnet.com/2307-8960/full/v6/i13/589.htm
World Health Organization. (2023). Global progress report on HIV, viral hepatitis and sexually transmitted infections, 2023. https://www.who.int/publications/i/item/9789240070124