Penulis: Faiqah Suci Vaneria (Archaea’23) dan Asyifa Eka Agustin (Archaea’23)

Kelelawar adalah makhluk yang sudah tidak asing bagi kita. Fun fact-nya, kelelawar merupakan satu-satunya mamalia yang mampu terbang. Namun, tidak hanya itu—kelelawar juga berperan sebagai reservoir bagi berbagai mikroba, termasuk patogen yang berpotensi menimbulkan masalah kesehatan pada manusia. Sebagian besar penelitian selama ini memang fokus pada kotoran kelelawar untuk mendeteksi mikroba tersebut, tapi bagaimana dengan bagian tubuh lain, seperti ginjal? Hal ini sangat penting karena beberapa virus mematikan, seperti Hendra dan Nipah, diketahui sering menginfeksi ginjal dan dapat menyebar melalui urine kelelawar.

Bat’s Secret Stash: What’s Really Living in Their Kidneys?

Studi terbaru menggunakan teknologi penyekuenan canggih memeriksa ginjal 142 kelelawar di Yunnan, China, dan menemukan keragaman mikroba yang luar biasa—virus, bakteri, dan parasit kecil. Dari 22 jenis virus yang terdeteksi, 20 diantaranya merupakan virus baru, termasuk dua yang merupakan kerabat dekat virus Hendra dan Nipah yang dikenal sebagai penyebab wabah mematikan pada manusia. Yang perlu diwaspadai, virus-virus ini ditemukan di ginjal kelelawar yang hidup dekat pemukiman, sehingga urine kelelawar berpotensi menjadi jalur penyebaran ke ternak atau manusia.

Sebelum membahas lebih dalam, bagi yang belum familiar dengan virus Nipah dan Hendra, berikut penjelasan singkat tentang kedua virus ini serta alasan mengapa mereka menjadi ancaman serius bagi kesehatan manusia. Virus Hendra dan Nipah termasuk keluarga Henipavirus yang berasal dari kelelawar buah sebagai inang alaminya. Virus ini dapat menular ke hewan ternak seperti kuda, dan kemudian ke manusia, melalui kontak langsung dengan darah, urine, atau air liur hewan yang terinfeksi, maupun konsumsi makanan yang terkontaminasi. Virus Hendra menyebabkan penyakit pernapasan serius dan kerusakan organ pada hewan ternak dan manusia, dengan tingkat kematian tinggi. Sedangkan virus Nipah dikenal karena kemampuannya menyebabkan ensefalitis atau peradangan otak yang parah, yang dapat berujung pada kematian atau kecacatan jangka panjang. Nipah juga dapat menular antar manusia melalui saluran pernapasan.

Gambar 1. Skema penularan, patogenesis, dan sampel diagnostik infeksi virus Nipah (NiV) dan Hendra (HeV). (A) Penularan: Virus berasal dari kelelawar buah (Pteropus) sebagai reservoir alami. NiV menular ke manusia melalui konsumsi nira kurma terkontaminasi atau kontak dengan babi; HeV menular melalui kuda yang terpapar sekret kelelawar. (B) Patogenesis: Virus masuk melalui saluran napas atau mukosa, bereplikasi di saluran napas, menyebar lewat darah ke organ seperti paru, otak, jantung, dan ginjal. (6–8) Diagnosis dilakukan dari darah, urin, swab, dan CSF menggunakan PCR, ELISA, atau LAMP (Shaun et al., 2025)

Meet the Viral Squad: New Henipaviruses on the Block

Dalam penelitian terbaru, para ilmuwan menemukan dua virus henipavirus baru yang dinamai Yunnan bat henipavirus 1 dan Yunnan bat henipavirus 2. Dua virus henipavirus tersebut ditemukan dalam ginjal kelelawar buah jenis Rousettus leschenaultii. Genom lengkap kedua virus ini berhasil disusun, dan analisis filogenetik menunjukkan kedekatan genetik terutama pada protein N (nukleokapsid) dan L (polimerase) dengan virus Hendra dan Nipah yang sudah dikenal. Kedua virus ini mengkode enam protein utama yang serupa dengan anggota genus Henipavirus lainnya, menegaskan potensi mereka dalam hal infeksi dan patogenesis. Sebagai reservoir alami, virus henipavirus berasal dari kelelawar buah dan dapat menular ke manusia maupun hewan ternak, terutama melalui kontak langsung dengan cairan tubuh hewan yang terinfeksi seperti urine, air liur, atau darah. Jalur penularan lain yang umum adalah konsumsi makanan atau minuman yang telah terkontaminasi oleh urine atau air liur kelelawar. 

Virus ini menginfeksi sel manusia melalui interaksi protein viral dengan protein reseptor ephrin-B2 dan ephrin-B3 yang banyak terdapat pada permukaan sel, termasuk sel endotel pembuluh darah dan otak, sehingga memungkinkan virus menginfeksi berbagai jaringan tubuh. Setelah masuk, virus ini melakukan replikasi agresif yang menyebabkan kerusakan dan kematian sel, terutama berdampak pada sistem pernapasan serta saraf pusat. Pada infeksi virus Nipah misalnya, dapat terjadi ensefalitis parah yang memicu gejala seperti kejang, kebingungan, hingga koma. Virus juga dapat menyebar melalui darah dan sistem limfatik, menginfeksi organ vital seperti paru-paru, otak, dan ginjal. Dalam studi pada kelelawar, ginjal menjadi lokasi utama replikasi virus, yang juga berperan dalam pelepasan virus melalui urine, sehingga meningkatkan risiko penularan ke makhluk lain.

Gambar 2. Bagian (A) menunjukkan diagram batang jumlah total pembacaan dan pembacaan mikroba pada setiap kelompok sampel ginjal kelelawar dengan warna biru muda dan oranye. Bagian (B) memperlihatkan diagram lingkaran yang mengelompokkan jumlah spesies mikroba berdasarkan tipe seperti virus, bakteri, dan mikroba eukariotik. Sedangkan bagian (C) adalah heatmap yang menggambarkan kehadiran dan kelimpahan mikroba pada sampel, lengkap dengan keterangan jenis mikroba, lokasi, spesies kelelawar, dan taksonominya (Kuang et al., 2025)

Bacteria & Protozoa: The Unknown Crew Lurking in Bat Bladders

Selain virus baru, penelitian ini juga menemukan bakteri dan protozoa parasit yang belum dikenal. Studi sebelumnya banyak menyoroti keberadaan Leptospira spp. di ginjal kelelawar yang dapat menular ke manusia melalui urin hewan yang terkontaminasi. Namun, dalam penelitian terbaru ini, sekuensing meta-transkriptomik dari sampel ginjal ternyata tidak menemukan adanya Leptospira. Sebaliknya, justru teridentifikasi dua bakteri lain dalam jumlah yang relatif melimpah, yaitu Phyllobacterium calauticae dan spesies baru yang dinamai Flavobacterium yunnanensis.

Phyllobacterium calauticae sendiri sebelumnya dikenal sebagai bakteri aerobik motil yang diisolasi dari sedimen air tawar rendah oksigen, dan memiliki kemampuan adaptasi tinggi terhadap lingkungan ekstrim. Peneliti juga menemukan keberadaan Listeria monocytogenes, bakteri yang umum ditemukan di lingkungan, dan dikenal sebagai agen listeriosis. Bakteri ini menyebabkan penyakit serius yang dapat menyerang manusia, terutama kelompok rentan seperti ibu hamil dan imunokompromais. Penemuan bakteri ini di ginjal kelelawar menunjukkan bahwa kelelawar bisa saja berperan sebagai “penyimpanan” patogen oportunistik.

Penemuan protozoa parasit baru pada penelitian ini juga cukup mengejutkan. Selama ini, ada beberapa protozoa kelelawar yang diketahui mampu menginfeksi manusia, misalnya Toxoplasma gondii yang menjadi penyebab toksoplasmosis. Dalam studi ini, para peneliti mengidentifikasi protozoa baru yang dinamai Klossiella yunnanensis. Protozoa ini tergolong dalam keluarga Klossiellidae, filum Apicomplexa. Dari analisis filogenetik, Klossiella yunnanensis diketahui memiliki kedekatan dengan Klossiella equi, yang sebelumnya dikenal sebagai parasit ginjal kuda. 

Why These Findings Matter?: The Future of Zoonotic Risk & Microbial Sleuthing

Dari penemuan tersebut, muncul gambaran bahwa kelelawar ternyata menjadi reservoir yang kompleks dengan menunjukkan potensi “inang” mikroba yang beragam. Meski beberapa mungkin hanya komensal (hidup berdampingan tanpa menimbulkan penyakit), keberadaan mereka tetap relevan sebagai sumber patogen yang bisa berpindah inang. Penemuan Klossiella yunnanensis juga menambah daftar protozoa yang berpotensi zoonosis. Mengacu pada kerabat dekatnya, Klossiella equi, siklus hidup parasit ini memang biasanya jinak dan tidak menimbulkan penyakit serius pada kuda. Akan tetapi, ada laporan kasus infeksi berat yang menyebabkan gangguan ginjal hingga gagal fungsi organ. Dengan kata lain, meskipun parasit ini sering dianggap “tidak berbahaya”, dalam kondisi tertentu ia bisa memicu masalah serius.

Penelitian terbaru ini membuka pandangan baru dalam memahami ekologi mikroba pada kelelawar, khususnya pada organ ginjal yang selama ini jarang diteliti. Jika kita membayangkan ginjal kelelawar sebagai “pesta mikroba mini”, maka jelas ada potensi penyebaran mikroba ke lingkungan, manusia, atau hewan ternak melalui urin—misalnya lewat buah yang terkontaminasi atau sumber air tercemar. Risiko zoonosis bisa hadir tanpa disadari. Temuan ini tidak hanya menegaskan peran ginjal sebagai jalur ekskresi penting bagi patogen seperti henipavirus, tetapi juga memperluas wawasan kita lewat penemuan mikroba lain seperti Flavobacterium sp., Klossiella yunnanensis, dan bakteri oportunistik lain. Ketika radar penelitian mulai meluas ke organ-organ yang selama ini diabaikan, kita justru menemukan lebih banyak petunjuk penting tentang potensi ancaman zoonosis. Dari sinilah kita bisa menyusun strategi deteksi dan pencegahan sebelum mikroba-mikroba ini menyerang manusia.

Referensi

Kuang, G., Yang, T., Yang, W., Wang, J., Pan, H., Pan, Y., Gou, Q.-Y., Wu, W.-C., Wang, J., Yang, L., Han, X., Chen, Y.-Q., Eden, J.-S., Holmes, E. C., Shi, M., & Feng, Y. (2025). Infectome analysis of bat kidneys from Yunnan province, China, reveals novel henipaviruses related to Hendra and Nipah viruses and prevalent bacterial and eukaryotic microbes. PLoS Pathogens, 21(6), e1013235–e1013235. https://doi.org/10.1371/journal.ppat.1013235

Lamego, E. C., Mello, S. M. P. de, Wilborn, R., Eduardo Neto, M., Nogueira, C. E., & Flores, M. M. (2022). Granulomatous nephritis and uremia associated with Klossiella equi in a horse from Rio Grande do Sul, Brazil. Ciência Rural, 52(9). https://doi.org/10.1590/0103-8478cr20210441

Léveillé, A. N., Bland, S. K., Carlton, K., Larouche, C. B., Kenney, D. G., Brouwer, E. R., Lillie, B. N., & Barta, J. R. (2019). Klossiella equi Infecting Kidneys of Ontario Horses: Life Cycle Features and Multilocus Sequence-Based Genotyping Confirm the Genus Klossiella Belongs In the Adeleorina (Apicomplexa: Coccidia). The Journal of Parasitology, 105(1), 29–40. https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/30807709/

Lustermans, J. J. M., Bjerg, J. J., Schramm, A., & Marshall, I. P. G. (2021). Phyllobacterium calauticae sp. nov. isolated from a microaerophilic veil transversed by cable bacteria in freshwater sediment. Antonie van Leeuwenhoek, 114(11), 1877–1887. https://doi.org/10.1007/s10482-021-01647-y

Rogalla, D., & Bomar, P. A. (2023). Listeria Monocytogenes. Nih.gov; StatPearls Publishing. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK534838/

Shaun, Aurelle Yondo, & Velayudhan, B. T. (2025). Laboratory Diagnosis of Hendra and Nipah: Two Emerging Zoonotic Diseases with One Health Significance. Viruses, 17(7), 1003–1003. https://doi.org/10.3390/v17071003

Baca juga artikel lainnya: