Mengenal Mikrobioma Reagen

Direkomendasikan oleh Nathan Aristiphano (Archaea’21)

Dalam beberapa tahun terakhir, teknologi sekuensing DNA yang terus berkembang dan makin mudah diakses membuka gerbang untuk eksplorasi metagenomik, yakni identifikasi komunitas mikroba berbasis DNA. Mengingat hanya amat sedikit mikroba di dunia yang bisa ditumbuhkan di laboratorium, pendekatan culture-free yang memanfaatkan informasi genetik menjadi sebuah terobosan yang memampukan eksplorasi mikroba dengan lebih menyeluruh.

Studi Metagenomik

Berbagai studi metagenomik yang dilakukan oleh peneliti di seluruh dunia, yang mencapai >210.000 publikasi dalam 4 tahun terakhir, melahirkan anggapan bahwa mikroba dapat hidup dalam seluruh relung di dunia. Bahkan, hingga sekarang kemungkinan keberadaan mikroba di berbagai lokasi masih menjadi perdebatan di kalangan peneliti. Melihat perkembangan ini, seorang peneliti bernama de Goffau bersama timnya menjadi tertarik untuk meninjau kembali beberapa artikel yang telah terpublikasi, termasuk dari jurnal-jurnal ternama misalnya Scientific Reports, Cambridge University Press, dan Science.

Penemuan mereka dipublikasikan dalam sebuah komentar dalam jurnal Nature Microbiology. Dalam komentar tersebut, de Goffau dan tim menuliskan bahwa mereka telah menemukan sebuah kesalahan dalam beberapa penelitian. Misalnya, penelitian yang menunjukkan keberadaan suatu populasi mikroba (Pseudomonas) yang cukup melimpah (dominan) dari hasil sekuensing, tetapi gagal menumbuhkannya. Padahal, mikroba tersebut seharusnya mudah dikultivasi di laboratorium. Atau penelitian lain yang menemukan Cyanobacteria, bakteri fotosintetik yang biasa ditemukan pada perairan, pada otak manusia. Beberapa artikel lain juga mereka sorot dalam komentar tersebut. Yang menjadi pertanyaan adalah dari mana asal mikroba ini? Jawabannya adalah,

Reagen!

Tujuan de Goffau dkk. menerbitkan komentar tersebut bukanlah untuk menjatuhkan peneliti lain, melainkan untuk meningkatkan kesadaran akan reagent microbiome, yakni mikrobioma yang ditemukan pada reagen. Karena sensitivitas sekuensing yang tinggi, kontaminasi yang terjadi pada reagen sekuensing ternyata tecermin pula pada hasil yang didapatkan. Bahkan, perbedaan kloter produksi ternyata menghasilkan efek kontaminasi yang berbeda. Tak hanya reagen, teknik-teknik laboratorium ternyata juga dapat memengaruhi komunitas mikroba sampel. Penelitian Salter dkk. (2014) menunjukkan pengaruh signifikan kontaminasi reagen dan lingkungan laboratorium terhadap hasil sekuensing mikrobioma. Bahkan, teknik sesederhana pengenceran berseri pun ternyata dapat mengurangi proporsi mikroba target hingga 95% dan memperkenalkan berbagai mikroba pencemar.

5 Tips mengatasi efek kontaminasi

Untuk mengatasi efek kontaminasi ini, de Goffau dkk. mengutarakan beberapa hal yang patut diperhatikan. Pertama, untuk menggunakan kontrol positif dan negatif yang baik. Misalnya, reagen yang digunakan dapat disekuensing pula untuk melihat profil kontaminasi dari reagen tersebut. Kedua, untuk mengatur dan memitigasi pengaruh kloter produksi, apalagi ketika melakukan sekuensing untuk banyak sampel sehingga membutuhkan reagen yang banyak. Ketiga, untuk mengatur pola kontaminasi, untuk menyamakan galat, atau untuk mengatur pola kontrol, misalnya dengan mock community. Keempat, untuk mengulangi proses dengan berbagai reagen untuk memastikan keabsahan data yang didapatkan. Terakhir, adalah untuk memahami konteks ekologi. de Goffau dkk. menyadari bahwa tidak semua eksplorasi mikrobioma dilakukan oleh mikrobiologiwan. Tetapi, tetap penting bagi peneliti, siapa pun itu, untuk mempertimbangkan relevansi ekologis. Apakah logis suatu mikroba ditemukan, mengingat kondisi habitat sumber mikroba?

Terlepas dari itu semua, tak dapat disangkal bahwa penelitian mikrobioma telah mengungkapkan begitu banyak informasi mengenai dunia mikrobiologi di sekitar kita. Tetapi, tetap penting untuk dapat mengkritisi dan bersikap skeptis terhadap penelitian-penelitian baru, dari sumber-sumber ternama sekalipun. Siapa tahu, kita akan dapat meningkatkan kesadaran akan suatu isu, seperti de Goffau dkk.!

Daftar Pustaka:

de Goffau, M. C., Lager, S., Salter, S. J., Wagner, J., Kronbichler, A., Charnock-Jones, D. S., Peacock, S. J., Smith, G. C. S., & Parkhill, J. (2018). Recognizing the reagent microbiome. Nature Microbiology, 3(8), 851–853. https://doi.org/10.1038/s41564-018-0202-y

Salter, S. J., Cox, M. J., Turek, E. M., Calus, S. T., Cookson, W. O., Moffatt, M. F., Turner, P., Parkhill, J., Loman, N. J., & Walker, A. W. (2014). Reagent and laboratory contamination can critically impact sequence-based microbiome analyses. BMC Biology, 12(1). https://doi.org/10.1186/s12915-014-0087-z

Baca juga artikel lainnya: