Perlukah Kita Panik Terhadap Monkeypox?

Direkomendasikan oleh: Muhammad Thoriq Kosasih (Archaea‘21)

Pada 14 Agustus 2024, World Health Organization (WHO) menetapkan wabah Mpox sebagai kasus darurat kesehatan publik internasional. Mpox atau monkeypox merupakan suatu penyakit yang diakibatkan oleh virus yang berada di dalam genus Orthopoxvirus, genus yang sama dengan virus yang mengakibatkan penyakit cacar. Sebenarnya, penyakit ini sudah ada sejak lama dan endemik di beberapa negara Afrika. Namun pada Mei 2022 hingga Mei 2023 silam, WHO menetapkan kasus mpox sebagai wabah global, dengan kasus terkonfirmasi di 122 negara dan jumlah total sebanyak 99.518 kasus (Cheng, 2024). 

Hanya selang 15 bulan setelah WHO mengakhiri status wabah sebelumnya, muncul varian monkeypox baru, yaitu klad 1b, dengan tingkat kematian mencapai 3-4% yang mulai menyebar ke beberapa negara di luar Afrika, termasuk Thailand. Hingga tulisan ini dibuat, di Indonesia sendiri baru ditemukan kasus akibat klad 2b, varian yang sama dengan yang menyebar pada wabah 2022-2023 dengan gejala yang lebih ringan dan tingkat letalitas yang lebih ringan dari klad 1b (BBC News, 2024).

Bagaimana karakteristik virusnya, sih?

Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya virus Mpox termasuk dalam genus Orthopoxvirus pada famili Poxviridae dengan ukuran 200–250 nanometer. Virus ini disebut monkeypox karena pertama kali diidentifikasi pada monyet di laboratorium pada tahun 1970. Namun, sumber asli virus ini masih belum diketahui dan diduga dari primata selain manusia atau tikus. Virus ini memiliki selubung luar berupa membran lipoprotein. Intinya sendiri berbentuk seperti dumbbell dengan permukaan tubulus dan genom DNA beruntai ganda linier berukuran 190 kb (Rampogu et al., 2023).

Gambar 1. Struktur virus Mpox (Rampogu et al., 2023)

Virus Mpox menginfeksi sel inang dalam 4 tahap utama: invasi, replikasi, perakitan dan maturasi, serta pelepasan. Virus ini melibatkan beberapa jenis partikel virus dengan mekanisme perlekatan yang berbeda.

Pada tahap invasi, mpox menargetkan berbagai sel, termasuk sel kulit, sel saluran pernapasan, dan selaput lendir. Reseptor utama yang ditargetkan pada proses adsorpsi (pengikatan terhadap sel) adalah situs yang kaya akan glikosaminoglikan (GAG). Tidak seperti virus seperti SARS-CoV-2 dengan pengikatan reseptor spesifik di saluran pernapasan, Mpox tidak bergantung pada hanya 1 jenis reseptor. Sebaliknya, virus ini juga dapat menempel pada sel inang melalui beberapa protein selubung dan berinteraksi dengan berbagai komponen membran sel terutama lipid raft, yaitu area kaya kolesterol di permukaan sel. Kemudian, virus memasuki sel inang melalui 2 bentuk utama, intracellular mature virion (IMV) dengan struktur membran tunggal dan extracellular enveloped virion (EEV) dengan struktur membran ganda. IMV masuk ke sel melalui endositosis, sementara EEV menggunakan fusi membran. 


Setelah memasuki sitoplasma, virus diangkut ke daerah perinukleus melalui mikrotubulus untuk melepaskan genom di dalam inti virus. Genom virus kemudian ditransportasikan ke sitoplasma sel inang untuk kemudian direplikasi dalam struktur yang disebut dengan “pabrik replikasi”. Di sisi lain, komponen virus berupa protein tidak dapat disintesis oleh virus mpox sendiri seperti virus pada umumnya, melainkan oleh retikulum endoplasma inang. Virion yang telah melalui maturasi dapat menyebabkan lisis sel yang melepaskan IMV, atau diangkut melalui mikrotubulus ke permukaan sel untuk diselimuti oleh jaringan trans-Golgi atau membran nuklear untuk membentuk IEV. Setelah itu, partikel IEV bergerak ke permukaan sel melalui ekor aktin dan dilepaskan ke lingkungan ekstraseluler sebagai EEV (Lu et al., 2023).

Kalau begitu, bagaimana cara penyebarannya? Apakah berbahaya?

Pada dasarnya, penyakit monkeypox bersifat zoonotik, menyebar dari hewan mamalia kecil seperti tupai dan tikus melalui gigitan dan cakaran. Mpox dapat ditularkan ke sesama manusia melalui kontak dengan lesi atau cairan infeksius pada kulit, rongga mulut, atau alat kelamin. Hal ini termasuk sentuhan, kontak dekat, dan aktivitas seksual! Tapi hingga saat ini, belum ditemukan bukti yang kuat untuk menentukan penyebaran mpox dari individu yang tidak menunjukkan gejala atau asimtomatik (Sathapathy et al., 2022). 

Gejala mpox biasanya dimulai dengan demam tinggi di atas 38,3°C, disertai gejala seperti kelelahan, nyeri otot, dan pembengkakan kelenjar getah bening. Selama beberapa hari ke depan akan muncul ruam yang biasanya dimulai di wajah sebelum menyebar ke bagian tubuh lainnya, termasuk telapak tangan dan telapak kaki. Ruam tersebut akan berkembang menjadi benjolan berisi cairan yang akhirnya berkeropeng. Selama waktu ini, virus bersifat menular hingga keropeng akhirnya terkelupas dan kulit baru terbentuk (Naseer et al., 2024).

Perlu diketahui bahwa sebagian besar kasus kematian terjadi pada anak-anak atau individu dengan sistem imun yang terganggu, seperti penderita HIV/AIDS. Kebanyakan kasus biasanya bersifat ringan dan dapat sembuh sendiri, sebagian besar pasien akan pulih dalam waktu 2 hingga 4 minggu tanpa pengobatan (Best Practice BMJ, n.d.). Berdasarkan update mingguan terakhir dari Kemenkes (2024) dari tanggal 17-31 Agustus 2024, seluruh 88 orang kasus yang terkonfirmasi di Indonesia berhasil sembuh seutuhnya. Jadi jangan terlalu khawatir!

Gambar 3. Update mingguan kumulatif Mpox di Indonesia Epidemiologi Minggu ke-34 dan ke-35 sejak 2022 (Kemenkes, 2024)

Bagaimana pengobatannya selama ini? Pencegahannya?

Pengobatan yang saat ini dilakukan lebih difokuskan untuk meningkatkan kondisi pasien dari komplikasi yang disebabkan oleh mpox, seperti menurunkan demam, meringankan ruam pada kulit, dan mengatasi dehidrasi pada mereka yang memiliki gejala muntah atau diare (WHO, 2024b). 

Kelompok yang rentan seperti tenaga kesehatan, pelaku aktivitas seksual dengan lebih dari satu orang, atau orang-orang yang tinggal di komunitas yang dekat dengan penderita mpox, dapat memperoleh vaksin yang biasa digunakan untuk mengatasi cacar, seperti MVA-BN atau Jynneos yang merupakan vaksin dengan virus Vaccinia yang dilemahkan. Vaksin ini memiliki tingkat efikasi sebesar 85% terhadap mpox (Rao, 2022).

Hingga saat ini, baik FDA maupun BPOM belum menyetujui penggunaan obat antiviral yang digunakan spesifik untuk penderita mpox. Tecovirimat adalah antiviral yang disetujui FDA untuk cacar. Meskipun penelitian terhadap obat tersebut menunjukkan performa yang baik sebagai profilaksis pasca paparan terhadap mpox, belum ada penelitian yang cukup tentang efikasi dan efeknya pada kasus mpox di manusia (Zinnah et al., 2024).

Jadi, konklusinya kita harus gimana? Perlu panik?

Monkeypox menyebar terutama melalui kontak langsung dengan lesi yang terinfeksi, cairan tubuh, atau kontak dekat secara langsung dengan durasi yang lama. Jadi meski menular, penyebaran mpox bisa terkontrol dengan cukup baik selama ada usaha yang sigap melalui isolasi atau langkah-langkah preventif lainnya seperti vaksinasi pada kelompok rentan untuk mencegah perluasan infeksi ke masyarakat.


Jadi, tidak perlu panik. Tetap cek informasi dari sumber yang kredibel dan ikuti protokol kesehatan yang diinformasikan oleh pemerintah dan lembaga kesehatan. Itu menjadi cara terbaik dan terdekat untuk menjaga diri kita semua agar tetap aman dari bahaya kesehatan. Jika kamu atau orang terdekatmu menunjukkan gejala monkeypox atau habis berinteraksi dekat dengan penderita mpox, segera hubungi layanan kesehatan terdekat dan pakai aplikasi SATUSEHAT yang sedang digencarkan pemerintah.

Referensi

BBC News. (2024). Thailand umumkan kasus Mpox mematikan pertama di Asia – Apa gejala dan bagaimana penyebarannya?. Diakses pada https://www.bbc.com/indonesia/articles/c4gvemegvr5o 

BMJ Best Practice. (n.d.). Mpox: Prognosis. Diakses pada https://bestpractice.bmj.com/topics/en-gb/1611/prognosis 

Cheng, M. (2024). WHO declares mpox outbreaks in Africa a global health emergency as a new form of the virus spreads. Diakses pada https://apnews.com/article/who-mpox-africa-health-emergency-cc9bdf31b49d06bec5efd44fb55d5e42 

Naseer, M. M., Afzal, M., Fatima, T., Nabiha, M. S., Rafique, H., & Munir, A. (2024). Human monkeypox virus: A review on the globally emerging virus. Biomedical Letters, 10(1), 26-41.

Rao, A. K. (2022). Use of JYNNEOS (smallpox and monkeypox vaccine, live, nonreplicating) for preexposure vaccination of persons at risk for occupational exposure to orthopoxviruses: recommendations of the Advisory Committee on Immunization Practices—United States, 2022. MMWR. Morbidity and mortality weekly report, 71.

Satapathy, P., Mohanty, P., Manna, S., Shamim, M. A., Rao, P. P., Aggarwal, A. K., … & Sah, R. (2022). Potentially asymptomatic infection of monkeypox virus: a systematic review and meta-analysis. Vaccines, 10(12), 2083.

World Health Organization. (2024a). WHO Director-General declares mpox outbreak a public health emergency of international concern. Diakses pada https://www.who.int/news/item/14-08-2024-who-director-general-declares-mpox-outbreak-a-public-health-emergency-of-international-concern 

World Health Organization. (2024b). Mpox. Diakses pada https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/mpox Zinnah, M. A., Uddin, M. B., Hasan, T., Das, S., Khatun, F., Hasan, M. H., … & Ashour, H. M. (2024). The Re-Emergence of Mpox: Old Illness, Modern Challenges. Biomedicines, 12(7), 1457.

Baca juga artikel lainnya: